NILAI TOLERANSI PADA MAHASANTRI
MA’HAD SUNAN AMPEL AL-ALY (MSAA)
Makalah ini
dibuat untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester 1 mata kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan
yang diampu oleh dosen :
TEGUH
SETIABUDI, M. H
Disusun oleh :
Dewiratri Nur’ilmi
NIM. 14220016
JURUSAN HUKUM BISNIS SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA
MALIK IBRAHIM MALANG
2014
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Lahirnya pesantren mahasiswa adalah upaya untuk memadukan tradisi
akademik dan tradisi pesantren. Fenomena ini bukan berarti menunjukkan
ketidakberdayaan perguruan tinggi , tetapi sebaliknya menunjukkan tanggungjawab
moral sebuah pendidikan tinggi di tengah hingar bingar pendidikan hedonisme
pendidikan yang terus menggerus dan meminggirkan moralitas dan etika. Di
samping itu pesantren ternyata juga bisa eksis di lingkungan kampus, lingkungan
yang dulu dianggap “sekuler”, hal ini menunjukkan bahwa pesantren masih menjadi
gerbong moralitas.
Universitas Maulana Malik Ibrahim Malang atau biasa disebut UIN
MALIKI Malang adalah salah satu universitas islam negeri yang telah berhasil
menerapkan adanya pesantren mahasiswa yang diwajibkan untuk seluruh mahasiswa
semester satu dan semester dua. Keberhasilan tersebut telah membawa universitas
ini menjadi perguruan tinggi agama islam negeri terbaik di Indonesia. Eksistensinyapun
semakin melesat dan banyak dikenal oleh seluruh masyarakat Indonesia pada
umumnya dan masyarakat asing khususnya. Hal inilah yang menjadi ketertarika
tersendiri untuk seluruh alumni sekolah menengah atas sederajat, khususnya yang
berbasic islam untuk melanjutkan studinya di perguruan tinggi ini.
Setiap tahun ajaran baru, pendaftar yang terhitung berpuluh ribu
calon mahasiswa baru bersaing dari seluruh Indonesia dan mancanegara, dimana
mereka memiliki latar belakang budaya, suku, bahasa dan kebiasaan yang
berbeda-beda. Setelah dinyatakan sebagai mahasiswa baru di UIN MALIKI Malang
secara otomatis mereka juga bergelar mahasantri Ma’had Sunan Ampel Al-‘Aly. Di
ma’had ini, setiap individu akan mendapatkan teman baru dan suasana baru yang
jelas berbeda dari suasana sebelumnya. Perbedaan akan sangat terasa karena
perbedaan latar belakang setiap individu. Sikap toleransi sangat diperlukan
karena mereka secara mau tidak mau akan saling membutuhkan. Oleh karena itu,
penulis ingin mengkaji nilai-nilai toleransi antar suku mahasantri ma’had Sunan
Ampel Al-‘Aly dalam beradaptasi dengan lingkungan dan teman baru dengan tidak
melupakan jati diri bangsa Indonesia yang tertera dalam Pancasila.
B.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat diambil rumusan
masalah yang akan penulis bahas dalam makalah ini sebagai berikut :
1.
Bagaimana
pengertian toleransi antar suku?
2.
Bagaimana
usaha adaptasi dan toleransi antar suku dan etnis pada mahasantri?
3.
Bagaimana
usaha yang dilakukan pengurus ma’had guna menyatukan persatuan antar mahasantri?
C.
TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun, maka tujuan dari
makalah ini sebagai berikut :
1.
Untuk
menjelaskan pengertian dari toleransi anatar suku.
2.
Untuk
menjelaskan usaha adaptasi dan toleransi yang dilakukan mahasantri.
3.
Untuk
menjelaskan usaha yang dilakukan pengurus ma’had guna menyatukan persatuan
antar mahasantri.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Toleransi antar Suku dan Etnis
Toleransi diartikan sebagai sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat,
sikap dan tindakan pada orang lain yang berbeda dari dirinya. Toleransi awalnya
sebagai kaidah dalam hubungan antar umat beragama, karena sejarah toleransi
sendiri di Barat bermula dari konflik antar umat beragama. Perkembangan
berikutnya, toleransi diluaskan pada perbedaan
suku, golongan, sikap dan pendapat pihak lain.
Perluasan makna toleransi dengan demikian akan memperluas skala
cakupan yang semakin luas pula dan semakin sulit pula penanganannya bila
berhadapan dengan suatu masalah. Jika Pancasila dipersepsikan memuat nilai
toleransi dalam skala luas ini, maka juga akan selalu muncul tarik-menarik
antara paham liberalisme dan komunitarian, sementara Pancasila sendiri secara
filosofis tidak atau belum dikembangkan.
Dengan adanya perluasan makna toleransi, maka dapat disimpulkan
bahwa makna atau pengertian toleransi antar suku dan etnis adalah sikap saling
menghargai atas perbedaan dan kebiasaan yang dimiliki oleh masing-masing suku
dan etnis serta budaya yang telah melekat pada diri individu.
B.
Sikap Toleransi antar Suku dan Etnis pada Mahasantri
Manusia itu menurut kodratnya adalah makhluk sosial, artinya
makhluk yang mempunyai kecenderungan untuk berkumpul dengan orang lain,
membentuk masyarakat, membangun desa , membangun suku dan sebagainya dan
akhirnya membagun sebuah negara yang dipertahankan bersama. Proses sosialisasi
dan pembentukan masyarakat mulai dari yang kecil sampai dengan yang besar
seperti tersebut di atas terjadi juga bagi bangsa Indonesia. [1]
Demikian juga dengan kehidupan mahasantri di ma’had Sunan Ampel
Al-‘Aly. Mereka yang berasal dari berbagai latar belakang dan etnis serta jauh
dari keluarga. Pasti akan membutuhkan
keluarga baru, yakni teman-teman baru dan pendamping sebagai orang tua kedua.
Dengan kodrat awal manusia sebagai makhluk sosial yang pasti memerlukan bantuan
dari orang lain, terutama di lingkungan terdekat.
Rasa persatuan juga perlu ditanamkan dalam jiwa mahasantri. Hal ini
karena dalam suatu kelompok pasti memiliki tujuan. Dalam mencapai tujuan suatu
kelompok tersebut diperlukan suatu kebersamaan dan persatuan. Dengan menerapkan
nilai toleransi, yakni dengan saling menghargai atas perbedaan anggota kelompok
tersebut. Apalagi di dalam perkenalan dengan orang baru yang memiliki kebiasaan
yang telah melekat pada dirinya. Kebiasaan inilah yang biasanya menjadi faktor
penghambat dalam menyatukan misi untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Selain
itu mahasantri yang masih berusia remaja tentunya keadaan psikologis yang masih
dalam tahap kelabilan. Keegoisan yang tinggi juga dapat menjadi penghambat
pemersatu tersebut.
Mahasantri yang umumnya memiliki jiwa religius tinggi dan tekad mahasiswa
sebagai agent of change pastinya memiliki pemikiran kreatif dalam
menangani perbedaan – perbedaan tersebut. Seperti yang telah diterapkan oleh
mahasantri di ma’had Sunan Ampel Al-‘Aly. Dengan menanamkan jiwa persatuan dan
sikap saling menghargai dimana kedua hal tersebut merupakan nilai dalam
Pancasila yang merupakan dasar Negara Indonesia. Adanya kesadaran agar tetap
bersatu dengan tidak melupakan nilai Pancasila dan tetap berlandaskan syariah Islam.
Selain itu, rasa saling memiliki menjadi salah satu alat pemersatu diantara
mereka.
Tentu tidak semua individu memiliki pemikiran akan penerapan
nilai-nilai Pancasila dalam proses sosialisasi dalam lingkungan baru. Untuk
mencapai relasi yang diharapkan, sikap saling terbuka yang sepatutnya dan
menerima berbagai pendapat dan perbedaan, pastinya akan menciptakan kepedulian
dan saling mengerti. Oleh karena itu rasa kebersamaan dan kekeluargaan akan
mudah tumbuh dan berkembang, sehingga persatuan mudah tercapai, tujuan yang
diharapkan dapat terwujud dengan sendirinya.
Dengan dasar kebangsaan (nasionalisme) dimaksudkan bahwa bangsa
Indonesia seluruhnya harus memupuk persatuan yang erat antara sesama warga
Negara, tanpa membeda-bedakan suku atau golongan serta berdasarkan satu tekad
yang bulat dan satu cita-cita bersama. Prinsip kebangsaan itu merupakan ikatan
yang erat antara golongan dan suku bangsa. [2]
C.
Persatuan untuk Mahasantri
Dalam relasi antara nasionalisme dan Pancasila, kaum muda menduduki
posisi yang strategis. Generasi muda tidak hanya menjadi obyek, melainkan juga
menjadi subyek dalam menafsirkan dan mengamalkan Pancasila. Tentu tidak semua
generasi muda menduduki posisi tersebut. Hanya generasi muda yang berjiwa muda
yang memiliki posisi strategis. Sedangkan generasi muda yang lain cenderung
pasip.
Peran pemuda yang sejak awal terbentuknya Negara bangsa cukup
dominan dapat menjadi acuan dalam mempelajari nasionalisme yang bersifat
progresif yang merupakan dasar persatuan.
Sifat progresif dan revolusioner Pancasila dapat terus dikembangkan oleh
anak-anak muda dan mahasiswa yang memiliki perspektifdan cara berpikir yang
baik melalui aktualisasi nasionalisme yang berbasis prestasi. Kesadaran sebagai
warga Indonesia yang memiliki harga diri mendorong anak-anak muda mengembangkan
prestasi secara optimal. Kreasi dan prestasi anak-anak muda yang tidak kalah
dengan bangsa lain merupakan bentuk riil dari aktualisasi nasionalisme yang
juga merupakan faktor terciptanya persatuan. [3]
Perencanaan dalam pengelolaan santri di Pesantren Mahasiswa terdiri
dari langkah-langkah perumusan visi dan misi, penetapan tujuan dan sasaran,
serta melakukan analisis strategis dengan mengidentifikasi kekuatan dan
keterbatasan internal serta tantangan dan kendala eksternal. Visi dan misi yang
dikembangkan ma’had tidak terlepas dari visi UIN MALIKI Malang. Mekanisme
rekruitmen santri menyesuaikan dengan prosedur penerimaan mahasiswa baru yang
dilakukan panitia penerimaan mahasiswa baru UIN MALIKI Malang. [4]
Sedangkan ruang lingkup kegiatan
pengorganisasian santri meliputi pengelompokan santri berdasarkan
jurusan dan kemampuan, dan penempatan santri pada unit hunian di pondok
berdasarkan heterogenitas jurusan, asal daerah dan kemampuan.[5]
Sehingga dengan percampuran latar belakang pada unit hunian dapat menumbuhkan
rasa persatuan, Bhineka Tungga Ika yang merupakansemboyan persatuan bangsa
Indonesia tercinta. Selain itu berbagai kegiatan dan permainan yang
difasilitaskan kepada mahasantri dapat memicu keloyalan, kekompakan,
kebersamaan, sikap menghargai, sikap saling memiliki dan saling membutuhkan
semakin terasa di dalam perbedaan mereka.
Penggerakan dalam pengelolaan mahasantri ini meliputi tahap-tahap
pemberian motivasi , komunikasi dan kepemimpinan. Motivasi diberikan melalui
kata-kata dan tidakan/penghargaan yang dilakukan oleh semua dewan pengasuh.
Komunikasi dilakukan secara formal dan non formal melalui lisan dan tulisan.
Kepemimpinan di pesantren mahasiswa ini mengindikasikan kepemimpinan kolektif
dan manajemen partisipatif. [6]
Meskipun norma-norma dari nilai Pancasila selalu berkembang dan
sering diperdebatkan namun sosialisasi nilai Pancasila tetap dianggap penting.
Sosiali Pancasila adalah bagian dari aktualisasi Pancasila yang dpat dilakukan
dengan cara revitalisasi epistemologis, menjadikannya sebagai landasan etik
pengetahuan , menjadikannya sebagai sumber hukum material dan sosialisasi itu
sendiri melalui pendidikan (Kaelan, 2006). Sementara itu aktualisasi Pancasila
merupakan problem akademik tersendiri yang perlu penanganannya, disamping
problem sumber, tafsir, evolusi pemikiran dan apakah Pancasila itu subject
of change. (Pranarka, 1985).
Proses intervensi karakter toleransi dalam pembelajaran dapat
dilakukan dengan mengorganisasikan isi dan modusnya. Isi karakter toleransi
diwujudkan dalam suatu materi pembelajaran. Sementara modus berkaitan dengan
cara/strategi/metode yang digunakan untuk mengembangkan nilai tersebut. Jika
kita menggunakan ragam metode pendidikan karakter dalam religiulitas antara
lain; pembiasaan, keteladanan, pujian dan sanksi, qishah/sejarah, hiwar/dialog,
tafakkur/kontemplasi, dan amtsa/metafora (Ahmad Taufiq, 2011).
Pada akhirnya, wacana pendidikan karakter toleransi dan Pancasila
sebagai salah satu sumber nilai karakter tidak hanya berhenti pada pengungkapan
gagasan dan diperdebatkan. Perdebatan sekitar pemikiran Pancasila serta
pendidikan karakter memang tidak berkesudahan. Namun demikian, sebagian energy
kita perlu segera beralih pada problem aktualisasinya.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
Toleransi
diartikan sebagai sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat,
sikap dan tindakan pada orang lain yang berbeda dari dirinya.
2.
Sikap
toleransi antar suku dan etnis pada mahasantri ;
a. Menerapkan nilai toleransi, yakni dengan saling menghargai atas
perbedaan anggota kelompok.
b. Menanamkan jiwa persatuan dan sikap saling menghargai dimana kedua
hal tersebut merupakan nilai dalam Pancasila yang merupakan dasar Negara
Indonesia.
c.
Adanya
kesadaran agar tetap bersatu dengan tidak melupakan nilai Pancasila dan tetap
berlandaskan syariah Islam. Selain itu, rasa saling memiliki menjadi salah satu
alat pemersatu diantara mereka.
d.
Untuk
mencapai relasi yang diharapkan, sikap saling terbuka yang sepatutnya dan
menerima berbagai pendapat dan perbedaan, pastinya akan menciptakan kepedulian
dan saling mengerti. Oleh karena itu rasa kebersamaan dan kekeluargaan akan
mudah tumbuh dan berkembang, sehingga persatuan mudah tercapai, tujuan yang
diharapkan dapat terwujud dengan sendirinya.
3.
Usaha
pengurus
a.
Percampuran
latar belakang pada unit hunian dapat menumbuhkan rasa persatuan, Bhineka
Tungga Ika yang merupakansemboyan persatuan bangsa Indonesia tercinta. Selain
itu berbagai kegiatan dan permainan yang difasilitaskan kepada mahasantri dapat
memicu keloyalan, kekompakan, kebersamaan, sikap menghargai, sikap saling
memiliki dan saling membutuhkan semakin terasa di dalam perbedaan mereka.
b.
Penggerakan
dalam pengelolaan mahasantri ini meliputi tahap-tahap pemberian motivasi ,
komunikasi dan kepemimpinan.
c.
Ragam
metode pendidikan karakter dalam religiulitas antara lain; pembiasaan,
keteladanan, pujian dan sanksi, qishah/sejarah, hiwar/dialog,
tafakkur/kontemplasi, dan amtsa/metafora (Ahmad Taufiq, 2011).
B.
SARAN
1.
Untuk
masyarakat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan baru bagi
masyarakat mengenai kehidupan pesantren mahasiswa. Dimana didalamnya terdapat
berbagai macam dan beragam manusia dengan latar belakang yang berbeda-beda.
Dari hal tersebut tentunya meraka juga akan bersosilisasi langsung dengan
masyarakat, sehingga sikap toleransi tidak akan hanya diterapkan di dalam
ma’had dan kampus, tapi juga di luar bersama masyarakat.
2.
Untuk
mahasiswa/mahasantri
Kepada
mahasiswa/mahasantri baru agar senantiasa mengerti dan mengetahui semua tentang
perbedaan dan apa yang harus dilakukan dilingkungan yang baru. Segala perubahan
pasti akan terjadi. Jadi menerapkan nilai Pancasila yakni toleransi (sikap
saling menghargai) adalah kunci utama agar kita bisa menjalani proses mencari
ilmu sesuai dengan harapan kita, kedua orang tua dengan tetap berdasarkan nilai
Pancasila tanpa meninggalkan Syar’i. Dan apa-apa yang diterapkan oleh pengurus,
semata-mata demi kebaikan mahasiswa/mahasantri itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Fadjar , Malik. 1992. Pancasila Dasar Filsafat Negara. Malang : UMM Press.
Kansil, CST & Christine ST Kansil . 2011. Empat Pilar Berbangsa
dan Bernegara. Jakarta : Rineka Cipta.
Hariyono. 2014. Ideologi
Pancasila. Malang : Intrans
Publishing.
Mu’awanah. 2009. Manajemen Pesantren Mahasiswa. Kediri : STAIN Kediri Press.
[1] Malik Fadjar. Pancasila
Dasar Filsafat Negara. Malang : UMM Press. 1992. h. 88.
[2] Kansil,
Christine. Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara. Jakarta : Rineka Cipta.
2011. h. 34.
[3] Hariyono. Ideologi
Pancasila. Malang : 2014. h. vii
[4] Mu’awanah. Manajemen
Pesantren Mahasiswa. Kediri : STAIN Kediri Press. 2009. h. 113
[5] Ibid. h. 114
[6] Ibid. h. 114