Rabu, 18 November 2015

NILAI TOLERANSI PADA MAHASANTRI
MA’HAD SUNAN AMPEL AL-ALY (MSAA)

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester 1 mata kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan yang diampu oleh dosen :
TEGUH SETIABUDI, M. H

Disusun oleh :

Dewiratri Nur’ilmi
NIM. 14220016






  


JURUSAN HUKUM BISNIS SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2014















BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Lahirnya pesantren mahasiswa adalah upaya untuk memadukan tradisi akademik dan tradisi pesantren. Fenomena ini bukan berarti menunjukkan ketidakberdayaan perguruan tinggi , tetapi sebaliknya menunjukkan tanggungjawab moral sebuah pendidikan tinggi di tengah hingar bingar pendidikan hedonisme pendidikan yang terus menggerus dan meminggirkan moralitas dan etika. Di samping itu pesantren ternyata juga bisa eksis di lingkungan kampus, lingkungan yang dulu dianggap “sekuler”, hal ini menunjukkan bahwa pesantren masih menjadi gerbong moralitas.
Universitas Maulana Malik Ibrahim Malang atau biasa disebut UIN MALIKI Malang adalah salah satu universitas islam negeri yang telah berhasil menerapkan adanya pesantren mahasiswa yang diwajibkan untuk seluruh mahasiswa semester satu dan semester dua. Keberhasilan tersebut telah membawa universitas ini menjadi perguruan tinggi agama islam negeri terbaik di Indonesia. Eksistensinyapun semakin melesat dan banyak dikenal oleh seluruh masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat asing khususnya. Hal inilah yang menjadi ketertarika tersendiri untuk seluruh alumni sekolah menengah atas sederajat, khususnya yang berbasic islam untuk melanjutkan studinya di perguruan tinggi ini.
Setiap tahun ajaran baru, pendaftar yang terhitung berpuluh ribu calon mahasiswa baru bersaing dari seluruh Indonesia dan mancanegara, dimana mereka memiliki latar belakang budaya, suku, bahasa dan kebiasaan yang berbeda-beda. Setelah dinyatakan sebagai mahasiswa baru di UIN MALIKI Malang secara otomatis mereka juga bergelar mahasantri Ma’had Sunan Ampel Al-‘Aly. Di ma’had ini, setiap individu akan mendapatkan teman baru dan suasana baru yang jelas berbeda dari suasana sebelumnya. Perbedaan akan sangat terasa karena perbedaan latar belakang setiap individu. Sikap toleransi sangat diperlukan karena mereka secara mau tidak mau akan saling membutuhkan. Oleh karena itu, penulis ingin mengkaji nilai-nilai toleransi antar suku mahasantri ma’had Sunan Ampel Al-‘Aly dalam beradaptasi dengan lingkungan dan teman baru dengan tidak melupakan jati diri bangsa Indonesia yang tertera dalam Pancasila.

B.    RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat diambil rumusan masalah yang akan penulis bahas dalam makalah ini sebagai berikut :
1.     Bagaimana pengertian toleransi antar suku?
2.     Bagaimana usaha adaptasi dan toleransi antar suku dan etnis pada mahasantri?
3.     Bagaimana usaha yang dilakukan pengurus ma’had guna menyatukan persatuan antar mahasantri?

C.    TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun, maka tujuan dari makalah ini sebagai berikut :
1.     Untuk menjelaskan pengertian dari toleransi anatar suku.
2.     Untuk menjelaskan usaha adaptasi dan toleransi yang dilakukan mahasantri.
3.     Untuk menjelaskan usaha yang dilakukan pengurus ma’had guna menyatukan persatuan antar mahasantri.




BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Toleransi antar Suku dan Etnis
Toleransi diartikan sebagai sikap dan tindakan yang menghargai   perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap dan tindakan pada orang lain yang berbeda dari dirinya. Toleransi awalnya sebagai kaidah dalam hubungan antar umat beragama, karena sejarah toleransi sendiri di Barat bermula dari konflik antar umat beragama. Perkembangan berikutnya, toleransi diluaskan pada perbedaan  suku, golongan, sikap dan pendapat pihak lain.
Perluasan makna toleransi dengan demikian akan memperluas skala cakupan yang semakin luas pula dan semakin sulit pula penanganannya bila berhadapan dengan suatu masalah. Jika Pancasila dipersepsikan memuat nilai toleransi dalam skala luas ini, maka juga akan selalu muncul tarik-menarik antara paham liberalisme dan komunitarian, sementara Pancasila sendiri secara filosofis tidak atau belum dikembangkan.
Dengan adanya perluasan makna toleransi, maka dapat disimpulkan bahwa makna atau pengertian toleransi antar suku dan etnis adalah sikap saling menghargai atas perbedaan dan kebiasaan yang dimiliki oleh masing-masing suku dan etnis serta budaya yang telah melekat pada diri individu.

B.      Sikap Toleransi antar Suku dan Etnis pada Mahasantri
Manusia itu menurut kodratnya adalah makhluk sosial, artinya makhluk yang mempunyai kecenderungan untuk berkumpul dengan orang lain, membentuk masyarakat, membangun desa , membangun suku dan sebagainya dan akhirnya membagun sebuah negara yang dipertahankan bersama. Proses sosialisasi dan pembentukan masyarakat mulai dari yang kecil sampai dengan yang besar seperti tersebut di atas terjadi juga bagi bangsa Indonesia. [1]
Demikian juga dengan kehidupan mahasantri di ma’had Sunan Ampel Al-‘Aly. Mereka yang berasal dari berbagai latar belakang dan etnis serta jauh dari keluarga.  Pasti akan membutuhkan keluarga baru, yakni teman-teman baru dan pendamping sebagai orang tua kedua. Dengan kodrat awal manusia sebagai makhluk sosial yang pasti memerlukan bantuan dari orang lain, terutama di lingkungan terdekat.
Rasa persatuan juga perlu ditanamkan dalam jiwa mahasantri. Hal ini karena dalam suatu kelompok pasti memiliki tujuan. Dalam mencapai tujuan suatu kelompok tersebut diperlukan suatu kebersamaan dan persatuan. Dengan menerapkan nilai toleransi, yakni dengan saling menghargai atas perbedaan anggota kelompok tersebut. Apalagi di dalam perkenalan dengan orang baru yang memiliki kebiasaan yang telah melekat pada dirinya. Kebiasaan inilah yang biasanya menjadi faktor penghambat dalam menyatukan misi untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Selain itu mahasantri yang masih berusia remaja tentunya keadaan psikologis yang masih dalam tahap kelabilan. Keegoisan yang tinggi juga dapat menjadi penghambat pemersatu tersebut.
Mahasantri yang umumnya memiliki jiwa religius tinggi dan tekad mahasiswa sebagai agent of change pastinya memiliki pemikiran kreatif dalam menangani perbedaan – perbedaan tersebut. Seperti yang telah diterapkan oleh mahasantri di ma’had Sunan Ampel Al-‘Aly. Dengan menanamkan jiwa persatuan dan sikap saling menghargai dimana kedua hal tersebut merupakan nilai dalam Pancasila yang merupakan dasar Negara Indonesia. Adanya kesadaran agar tetap bersatu dengan tidak melupakan nilai Pancasila dan tetap berlandaskan syariah Islam. Selain itu, rasa saling memiliki menjadi salah satu alat pemersatu diantara mereka.
Tentu tidak semua individu memiliki pemikiran akan penerapan nilai-nilai Pancasila dalam proses sosialisasi dalam lingkungan baru. Untuk mencapai relasi yang diharapkan, sikap saling terbuka yang sepatutnya dan menerima berbagai pendapat dan perbedaan, pastinya akan menciptakan kepedulian dan saling mengerti. Oleh karena itu rasa kebersamaan dan kekeluargaan akan mudah tumbuh dan berkembang, sehingga persatuan mudah tercapai, tujuan yang diharapkan dapat terwujud dengan sendirinya.
Dengan dasar kebangsaan (nasionalisme) dimaksudkan bahwa bangsa Indonesia seluruhnya harus memupuk persatuan yang erat antara sesama warga Negara, tanpa membeda-bedakan suku atau golongan serta berdasarkan satu tekad yang bulat dan satu cita-cita bersama. Prinsip kebangsaan itu merupakan ikatan yang erat antara golongan dan suku bangsa. [2]

C.      Persatuan untuk Mahasantri
Dalam relasi antara nasionalisme dan Pancasila, kaum muda menduduki posisi yang strategis. Generasi muda tidak hanya menjadi obyek, melainkan juga menjadi subyek dalam menafsirkan dan mengamalkan Pancasila. Tentu tidak semua generasi muda menduduki posisi tersebut. Hanya generasi muda yang berjiwa muda yang memiliki posisi strategis. Sedangkan generasi muda yang lain cenderung pasip.
Peran pemuda yang sejak awal terbentuknya Negara bangsa cukup dominan dapat menjadi acuan dalam mempelajari nasionalisme yang bersifat progresif  yang merupakan dasar persatuan. Sifat progresif dan revolusioner Pancasila dapat terus dikembangkan oleh anak-anak muda dan mahasiswa yang memiliki perspektifdan cara berpikir yang baik melalui aktualisasi nasionalisme yang berbasis prestasi. Kesadaran sebagai warga Indonesia yang memiliki harga diri mendorong anak-anak muda mengembangkan prestasi secara optimal. Kreasi dan prestasi anak-anak muda yang tidak kalah dengan bangsa lain merupakan bentuk riil dari aktualisasi nasionalisme yang juga merupakan faktor terciptanya persatuan. [3]
Perencanaan dalam pengelolaan santri di Pesantren Mahasiswa terdiri dari langkah-langkah perumusan visi dan misi, penetapan tujuan dan sasaran, serta melakukan analisis strategis dengan mengidentifikasi kekuatan dan keterbatasan internal serta tantangan dan kendala eksternal. Visi dan misi yang dikembangkan ma’had tidak terlepas dari visi UIN MALIKI Malang. Mekanisme rekruitmen santri menyesuaikan dengan prosedur penerimaan mahasiswa baru yang dilakukan panitia penerimaan mahasiswa baru UIN MALIKI Malang. [4]
Sedangkan ruang lingkup kegiatan  pengorganisasian santri meliputi pengelompokan santri berdasarkan jurusan dan kemampuan, dan penempatan santri pada unit hunian di pondok berdasarkan heterogenitas jurusan, asal daerah dan kemampuan.[5] Sehingga dengan percampuran latar belakang pada unit hunian dapat menumbuhkan rasa persatuan, Bhineka Tungga Ika yang merupakansemboyan persatuan bangsa Indonesia tercinta. Selain itu berbagai kegiatan dan permainan yang difasilitaskan kepada mahasantri dapat memicu keloyalan, kekompakan, kebersamaan, sikap menghargai, sikap saling memiliki dan saling membutuhkan semakin terasa di dalam perbedaan mereka.
Penggerakan dalam pengelolaan mahasantri ini meliputi tahap-tahap pemberian motivasi , komunikasi dan kepemimpinan. Motivasi diberikan melalui kata-kata dan tidakan/penghargaan yang dilakukan oleh semua dewan pengasuh. Komunikasi dilakukan secara formal dan non formal melalui lisan dan tulisan. Kepemimpinan di pesantren mahasiswa ini mengindikasikan kepemimpinan kolektif dan manajemen partisipatif. [6]
Meskipun norma-norma dari nilai Pancasila selalu berkembang dan sering diperdebatkan namun sosialisasi nilai Pancasila tetap dianggap penting. Sosiali Pancasila adalah bagian dari aktualisasi Pancasila yang dpat dilakukan dengan cara revitalisasi epistemologis, menjadikannya sebagai landasan etik pengetahuan , menjadikannya sebagai sumber hukum material dan sosialisasi itu sendiri melalui pendidikan (Kaelan, 2006). Sementara itu aktualisasi Pancasila merupakan problem akademik tersendiri yang perlu penanganannya, disamping problem sumber, tafsir, evolusi pemikiran dan apakah Pancasila itu subject of change. (Pranarka, 1985).
Proses intervensi karakter toleransi dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan mengorganisasikan isi dan modusnya. Isi karakter toleransi diwujudkan dalam suatu materi pembelajaran. Sementara modus berkaitan dengan cara/strategi/metode yang digunakan untuk mengembangkan nilai tersebut. Jika kita menggunakan ragam metode pendidikan karakter dalam religiulitas antara lain; pembiasaan, keteladanan, pujian dan sanksi, qishah/sejarah, hiwar/dialog, tafakkur/kontemplasi, dan amtsa/metafora (Ahmad Taufiq, 2011).
Pada akhirnya, wacana pendidikan karakter toleransi dan Pancasila sebagai salah satu sumber nilai karakter tidak hanya berhenti pada pengungkapan gagasan dan diperdebatkan. Perdebatan sekitar pemikiran Pancasila serta pendidikan karakter memang tidak berkesudahan. Namun demikian, sebagian energy kita perlu segera beralih pada problem aktualisasinya.
















BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
1.     Toleransi diartikan sebagai sikap dan tindakan yang menghargai   perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap dan tindakan pada orang lain yang berbeda dari dirinya.
2.     Sikap toleransi antar suku dan etnis pada mahasantri ;
a.      Menerapkan nilai toleransi, yakni dengan saling menghargai atas perbedaan anggota kelompok.
b.     Menanamkan jiwa persatuan dan sikap saling menghargai dimana kedua hal tersebut merupakan nilai dalam Pancasila yang merupakan dasar Negara Indonesia.
c.      Adanya kesadaran agar tetap bersatu dengan tidak melupakan nilai Pancasila dan tetap berlandaskan syariah Islam. Selain itu, rasa saling memiliki menjadi salah satu alat pemersatu diantara mereka.
d.     Untuk mencapai relasi yang diharapkan, sikap saling terbuka yang sepatutnya dan menerima berbagai pendapat dan perbedaan, pastinya akan menciptakan kepedulian dan saling mengerti. Oleh karena itu rasa kebersamaan dan kekeluargaan akan mudah tumbuh dan berkembang, sehingga persatuan mudah tercapai, tujuan yang diharapkan dapat terwujud dengan sendirinya.
3.     Usaha pengurus
a.      Percampuran latar belakang pada unit hunian dapat menumbuhkan rasa persatuan, Bhineka Tungga Ika yang merupakansemboyan persatuan bangsa Indonesia tercinta. Selain itu berbagai kegiatan dan permainan yang difasilitaskan kepada mahasantri dapat memicu keloyalan, kekompakan, kebersamaan, sikap menghargai, sikap saling memiliki dan saling membutuhkan semakin terasa di dalam perbedaan mereka.
b.     Penggerakan dalam pengelolaan mahasantri ini meliputi tahap-tahap pemberian motivasi , komunikasi dan kepemimpinan.
c.      Ragam metode pendidikan karakter dalam religiulitas antara lain; pembiasaan, keteladanan, pujian dan sanksi, qishah/sejarah, hiwar/dialog, tafakkur/kontemplasi, dan amtsa/metafora (Ahmad Taufiq, 2011).


B.    SARAN
1.     Untuk masyarakat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan baru bagi masyarakat mengenai kehidupan pesantren mahasiswa. Dimana didalamnya terdapat berbagai macam dan beragam manusia dengan latar belakang yang berbeda-beda. Dari hal tersebut tentunya meraka juga akan bersosilisasi langsung dengan masyarakat, sehingga sikap toleransi tidak akan hanya diterapkan di dalam ma’had dan kampus, tapi juga di luar bersama masyarakat.

2.     Untuk mahasiswa/mahasantri
Kepada mahasiswa/mahasantri baru agar senantiasa mengerti dan mengetahui semua tentang perbedaan dan apa yang harus dilakukan dilingkungan yang baru. Segala perubahan pasti akan terjadi. Jadi menerapkan nilai Pancasila yakni toleransi (sikap saling menghargai) adalah kunci utama agar kita bisa menjalani proses mencari ilmu sesuai dengan harapan kita, kedua orang tua dengan tetap berdasarkan nilai Pancasila tanpa meninggalkan Syar’i. Dan apa-apa yang diterapkan oleh pengurus, semata-mata demi kebaikan mahasiswa/mahasantri itu sendiri.


DAFTAR PUSTAKA

Fadjar , Malik. 1992. Pancasila Dasar Filsafat  Negara. Malang : UMM Press.
Kansil, CST & Christine ST Kansil . 2011. Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara. Jakarta : Rineka Cipta.
Hariyono.  2014. Ideologi Pancasila.  Malang : Intrans Publishing.
Mu’awanah. 2009. Manajemen Pesantren Mahasiswa. Kediri : STAIN Kediri Press.



[1] Malik Fadjar. Pancasila Dasar Filsafat Negara. Malang : UMM Press. 1992. h. 88.
[2] Kansil, Christine. Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara. Jakarta : Rineka Cipta. 2011. h. 34.
[3] Hariyono. Ideologi Pancasila.  Malang : 2014. h. vii
[4] Mu’awanah. Manajemen Pesantren Mahasiswa. Kediri : STAIN Kediri Press. 2009. h. 113
[5] Ibid. h. 114
[6] Ibid. h. 114